Cuma sebuah celotehan yang mewarnai garis kehidupan

Minggu, 24 Februari 2013

Memori di Kotaku (Tulungagung)



Ditemani hujan deras, mobil yang kunaiki melaju menyusuri jalan menuju ke kota Malang. Aku suka hujan, terutama ketika berkendara di dalam mobil. Udaranya yang dingin membuatku terasa nyaman brada di dalam sebuah kotak kecil bersama 8 orang lainnya. Ya, sore ini aku kembali ke kota perantauanku, dengan berat hati meninggalkan kota kelahiranku.
Tulungagung, tempat dimana pertama kali aku meneriakkan dengan lantang suaraku dimuka bumi ini sembari menghirup udara kehidupanku.
Tempat dimana aku dibesarkan dan dididik hingga menjadi sosok manusia seperti sekarang.
Masih segar diingatanku saat ibuku beberapa kali mengulang sebuah cerita, dahulu kedua kakakku selalu dididik untuk menjadi anak baik yang pendiam, sampai suatu ketika kakak laki-lakiku saat pulang dari TK menangis dengan hidung mimisan, dan memang kakak laki-lakiku sering kalah dari teman sepermainannya, karena kejadian itu ibu merubah cara mendidikku. Ibu mendidikku dengan aturan "kalau ada yang pukul balas pukul, ada yang cubit balas cubit". Yap, hal itu membuatku tumbuh menjadi seorang anak perempuan yang cukup berani dan tomboy. Meski saat SD aku cukup minder dan pendiam karena teman-temanku semua berasal dari daerah kota sedangkan rumahku yang paling jauh, bahkan bisa dikatakan yang paling desa. Namun, beranjak SMP, dengan memasuki sebuah SMP favorit yang isinya dari berbagai macam siswa daerah pelosok kotaku, aku pun mulai menampakkan bakatku. Yap, menjadi sosok yang ramai, ceria, tomboy, sekaligus galak, dari semua putra ibuku yang bersekolah di SMP itu, akulah yang paling terkenal dan dikenal oleh guru-guru. Aku satu-satunya anak ibuku yang sempat dihukum berdiri di bawah tiang bendera karena sebagai tim inti paduan suara sekolah tapi pas upacara malah sembunyi di barisan kelas, aku juga satu-satunya yang pada pelajaran bhs Jawa berani protes ke pak Gurunya bahwa nilai raport satu-satunya yang 7 cuma bhs Jawa sehingga semester depan naik jadi 8, aku juga satu-satunya yang karena kedekatanku dengan pak guru bhs Inggris nilai raportku bisa 8, padahal kedua kakakku nilainya hanya 7, aku pula yang memiliki kesempatan memukuli pak Guru Biologi karena di saat latihan karate beliau sabuknya berada di bawahku dan saat itu memang dalam posisi beliau harus 'defens' untuk menerima setiap pukulanku. Aku memang berbeda dari kedua kakakku yang saat SMP adalah sosok-sosok yang rajin dan pendiam. Seperti remaja pada umumnya, aku pun memiliki sekelompok teman dekat yang terdiri dari beberapa perempuan dan beberapa laki-laki. Dan entah kenapa mereka suka membuliku, terutama teman laki-lakiku, tapi siap-siap saja, kalau teman laki-lakiku membuatku jengkel maka tendangan atau pukulanku akan mendarat di bagian tubuh mereka, biasanya tulang kering kaki mereka yang tidak tertutup oleh celana yang hanya sepanjang lutut itu akan terlihat kebiruan atau kehitaman keesokan harinya, ada juga yang berani-beraninya menyentuh daguku kemudian ku kejar sampai dapat dan kupukul lengan atasnya dan keesokan harinya pun lengan bagian atasnya membiru. Maklum, aku cukup gemar berlatih karate, ketika itu di SMP aku sampai menyandang sabuk hijau. Masa-masa selanjutnya pun, kehidupan SMA dan kuliah tidak kalah serunya, aku selalu tersenyum-senyum sendiri setiap mengingat bagian-bagian memori tentangnya. Alhamdulillah,  اَللّهُ membuatku menjadi sosok yang senantiasa mensyukuri tiap episode dalam kehidupanku, mengingat hal-hal yang selalu membuatku bersyukur, menyesali dan melupakan hal-hal yang membuatku tersungkur. Dan kini dengan hobi baruku, aku ingin menuliskan hal-hal di dalam hidupku, namun memang aku tidak bakat menulis diary, beberapa kali kucoba selalu gagal lagi, maka biarlah tangan ini menari diatas keypad ini setiap kali dia menginginkannya.

*mencoba mengisi waktu luang dengan menulis, apapun itu*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar