Ditemani hujan deras, mobil yang kunaiki melaju
menyusuri jalan menuju ke kota Malang. Aku suka hujan, terutama ketika
berkendara di dalam mobil. Udaranya yang dingin membuatku terasa nyaman brada
di dalam sebuah kotak kecil bersama 8 orang lainnya. Ya, sore ini aku kembali
ke kota perantauanku, dengan berat hati meninggalkan kota kelahiranku.
Tulungagung, tempat dimana pertama kali aku
meneriakkan dengan lantang suaraku dimuka bumi ini sembari menghirup udara
kehidupanku.
Tempat dimana aku dibesarkan dan dididik hingga
menjadi sosok manusia seperti sekarang.
Masih segar diingatanku saat ibuku beberapa kali
mengulang sebuah cerita, dahulu kedua kakakku selalu dididik untuk menjadi anak
baik yang pendiam, sampai suatu ketika kakak laki-lakiku saat pulang dari TK
menangis dengan hidung mimisan, dan memang kakak laki-lakiku sering kalah dari
teman sepermainannya, karena kejadian itu ibu merubah cara mendidikku. Ibu
mendidikku dengan aturan "kalau ada yang pukul balas pukul, ada yang cubit
balas cubit". Yap, hal itu membuatku tumbuh menjadi seorang anak perempuan
yang cukup berani dan tomboy. Meski saat SD aku cukup minder dan pendiam karena
teman-temanku semua berasal dari daerah kota sedangkan rumahku yang paling
jauh, bahkan bisa dikatakan yang paling desa. Namun, beranjak SMP, dengan memasuki
sebuah SMP favorit yang isinya dari berbagai macam siswa daerah pelosok kotaku,
aku pun mulai menampakkan bakatku. Yap, menjadi sosok yang ramai, ceria,
tomboy, sekaligus galak, dari semua putra ibuku yang bersekolah di SMP itu,
akulah yang paling terkenal dan dikenal oleh guru-guru. Aku satu-satunya anak
ibuku yang sempat dihukum berdiri di bawah tiang bendera karena sebagai tim
inti paduan suara sekolah tapi pas upacara malah sembunyi di barisan kelas, aku
juga satu-satunya yang pada pelajaran bhs Jawa berani protes ke pak Gurunya
bahwa nilai raport satu-satunya yang 7 cuma bhs Jawa sehingga semester depan
naik jadi 8, aku juga satu-satunya yang karena kedekatanku dengan pak guru bhs
Inggris nilai raportku bisa 8, padahal kedua kakakku nilainya hanya 7, aku pula
yang memiliki kesempatan memukuli pak Guru Biologi karena di saat latihan
karate beliau sabuknya berada di bawahku dan saat itu memang dalam posisi beliau
harus 'defens' untuk menerima setiap pukulanku. Aku memang berbeda dari kedua
kakakku yang saat SMP adalah sosok-sosok yang rajin dan pendiam. Seperti remaja
pada umumnya, aku pun memiliki sekelompok teman dekat yang terdiri dari
beberapa perempuan dan beberapa laki-laki. Dan entah kenapa mereka suka
membuliku, terutama teman laki-lakiku, tapi siap-siap saja, kalau teman
laki-lakiku membuatku jengkel maka tendangan atau pukulanku akan mendarat di
bagian tubuh mereka, biasanya tulang kering kaki mereka yang tidak tertutup
oleh celana yang hanya sepanjang lutut itu akan terlihat kebiruan atau
kehitaman keesokan harinya, ada juga yang berani-beraninya menyentuh daguku
kemudian ku kejar sampai dapat dan kupukul lengan atasnya dan keesokan harinya
pun lengan bagian atasnya membiru. Maklum, aku cukup gemar berlatih karate,
ketika itu di SMP aku sampai menyandang sabuk hijau. Masa-masa selanjutnya pun,
kehidupan SMA dan kuliah tidak kalah serunya, aku selalu tersenyum-senyum
sendiri setiap mengingat bagian-bagian memori tentangnya. Alhamdulillah, اَللّهُ membuatku menjadi
sosok yang senantiasa mensyukuri tiap episode dalam kehidupanku, mengingat
hal-hal yang selalu membuatku bersyukur, menyesali dan melupakan hal-hal yang
membuatku tersungkur. Dan kini dengan hobi baruku, aku ingin menuliskan hal-hal
di dalam hidupku, namun memang aku tidak bakat menulis diary, beberapa kali
kucoba selalu gagal lagi, maka biarlah tangan ini menari diatas keypad ini
setiap kali dia menginginkannya.
*mencoba mengisi waktu luang dengan menulis, apapun
itu*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar