Cuma sebuah celotehan yang mewarnai garis kehidupan

Sabtu, 08 Maret 2014

MEMORI DI 'KERAJAAN' INI

Yah, tidak terasa saya sudah dua tahun terdampar menjadi bagian dari kerajaan ini. Di tempatkan di salah satu bagian dari kerajaan ini, bagian yang baru saja berdiri sekitar 5 tahun ini. Bagian yang cukup kacau dan carut marut.
Tiba-tiba saya jadi teringat peristiwa yang baru saja terjadi, mungkin akan menjadi bagian sejarah dalam kehidupan saya nanti, sesuatu yang tetrjadi dan belum tentu akan terulang kembali (saya berharap tidak perlu mengulanginya lagi). Sebuah periistiwa yang membuat saya harus berhadapan dengan puncak pimpinan tertinggi. berhadapan dengan 'Raja' dari Kerajaan ini.
Ah, sebenarnya saya hanya memiliki sebuah pemikiran yang sederhana, yaitu memperjuangkan apa yang saya anggap benar. Dan kebetulan saya adalah tipe orang yang keras kepala dan idealis (kata teman dekat saya) 
*sebuah memori dimana harus menentukan piihan dan sikap dengan pasti*

Dosen Kecil

Jadi dosen muda, seperti biasa rasanya selalu berwarna. Yup, siang ini sedang mendampingi mahasiswa praktikum Farmako di Laboraturium Farmakologi FK UB. Seperti biasa di jam yang sama sebenarnya juga memiliki jadwal rapat persiapan praktikum Fisiologi Veteriner dan juga jadwal mendampingi praktikum Anatomi Veteriner (maklum Prodi baru, jumlah dosen terbatas sehingga sering ada jadwal yang tabrakan). Namun saat ini saya memilih untuk mendampingi praktikum Farmako karena kalau praktikum yang satu ini pendamping satu-satunya dari PKH hanya saya sendiri, kalau untuk rapat persiapan praktikum Fisiologi Veteriner dan pelaksaan praktikum Anatomi Veteriner masih ada beberapa orang yang bisa mengurusi.
Dan seperti biasa, kalau mendampingi praktikum Farmakologi itu lebih tepatnya bisa disebut sebagai waktu "menganggur" mendampingi mahasiswa. Praktikum ini sepenuhnya dilaksanakan oleh jajaran dosen dan laboran dari Laboratorium Farmakologi FK UB, sedangkan dosen dari PKH hanya mendampingi dan menjawab kalau-kalau ada mahasiswa yang bertanya. Sedihnya, di seluruh lingkungan FK itu WiFinya menggunakan password yang hanya bisa diakses oleh para "penduduk" aslinya. Walhasil, sembari mendampingi mereka praktikum, saya hanya bisa mengisi form kepegawaian di Exel yang beberapa hari yang lalu saya download dari email dan saya lanjutkan membenahi slide kuliah yang akan saya gunakan untuk mengajar minggu depan.
Tiba-tiba saya tertarik untuk menulis mengenai "Rejeki" yang saya lihat dari perspektif saya yang masih cukup muda ini. Yah, rejeki atau yang sering orang sebut dengan materi atau kekayaan. Sesuatu yang penting namun bukan yang terpenting. Saya cukup percaya bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita ikhtiarkan dan do'akan, karena Allah Maha Kaya dan Maha Pemberi. Alhamdulillah selama ini saya tidak pernah merasa kawatir dan senantiasa merasa cukup dalam hal rejeki. Saya senantiasa mensyukuri berapa pun rejeki yang saya miliki, meski tidak saya pungkiri pernah beberapa kali di usia yang masih belia ini saya harus berpikir dengan keras mencari pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan saya. Seperti saat saya harus membayar biaya S2 saya atau saat saya harus membayar DP kontrakan yang kini saya tempati, namun seperti yang saya yakini, Allah Maha Kaya dan Maha Pemberi, rejeki Allah terkadang datang dari tempat yang tiada kita sangka-sangka.
Saya selalu berusaha untuk bersyukur dan senantiasa merasa cukup dengan rejeki yang saya terima. Saya berkaca dari lingkungan dimana saya bekerja, dimana kesejahteraan pegawai diabaikan, dimana diberikan kewajiban-kewajiban namun kadang haknya tidak terbayarkan. Dalam kondisi yang seperti ini sangatlah wajar jika banyak orang yang mengeluhkan tentang rejeki mereka, membanding-bandingkan dengan tempat lain dimana kesejahteraan lebih diperhatikan. Tidak jarang juga banyak yang merasa "kurang". Entah apakah karena saya masih single dan masih belum punya tanggungan, sehingga bagi saya semua rejeki itu terasa cukup. Yang saya lakukan adalah melaksanakan semua kewajiban yang saya miliki, mengenai apakah ada imbalan atau tidak seringkali saya berusaha untuk tidak mengharapkannya, dan tanpa saya sadari terkadang saya menerima amplop-amplop yang merupakan hasil dari pekerjaan saya itu disaat saya benar-benar membutuhkannya.
Sebenarnya mengenai rejeki, saya dapat pelajaran berharga dari cerita nyata kedua orang tua saya. Kedua orang tua saya menikah ketika Bapak masih kuliah Profesi Dokter Hewan (biasa disebut Ko'as atau dokter muda), sedangkan ibu baru lulus D1 dan mendapat ikatan dinas mengajar di sebuah sekolah di daerah Ponjong, Jogjakarta. Di awal menikah kedua orang tua saya hanya mampu menyewa sebuah kamar untuk mereka berdua (setelah menikah, suplai dana dari keluarga dihentikan, Bapak hanya mengambil jatah beras dari lumbung padi, selebihnya biaya kehidupan ditanggung berdua dari gaji Ibu dan beasiswa Bapak). Yup, berawal dari nol. Sampai sekarang masih tersimpan saksi bisu dari masa-masa itu, sebuah foto di album kenangan saat Ibu menyuapi Bapak disebuah kamar yang mereka kontrak berdua. Tidak hanya sampai disitu, setelah Bapak lulus pun, Bapak ditempatkan di sebuah kota kecil nun jauh dari tempat dimana Ibu bekerja, Tulungagung. Selama 4 tahun Bapak dan Ibu pun hidup secara terpisah. Ibu tinggal di Ponjong, menyewa sebuah kamar yang ditinggali berdua dengan kakak perempuan saya yang saat itu masih bayi. Sebuah kamar yang dari cerita Ibu, setiap hujan maka atap dari kamar itupun bocor, dan untuk melindungi kakak perempuan saya yang masih bayi saat itu ibu memasang plastik yang cukup lebar di atas tempat tidur tempat kakak perempuan saya diletakkan.
Ketika akhirnya Ibu pun dapat pindah ke Tulungagung mengikuti Bapak, lahirlah kakak laki-laki saya, anak kedua dikeluarga kami. Dan saat itu pun Bapak dan Ibu masih berpindah-pindah dari satu kontrakan ke kontrakan yang lainnya. Hingga akhirnya saya pun lahir. Bapak mulai membeli tanah dan sedikit demi sedikit membangun sebuah rumah yang lokasinya tidak jauh dari kantor dimana Bapak bekerja. Ketika saya berumur 3 tahun, alhamdulillah pembangunan rumah telah selesai, namun karena keterbatasan uang, Bapak masih belum sanggup untuk membeli dan memasang lantainya. Namun ada seorang teman Bapak yang kasihan melihat saya yang berusia 3 tahun ini, yang sedang mulai berlatih untuk berjalan ini, berjalan diatas permukaan tanah yang masih belum ada lantai keramiknya. Akhirnya teman Bapak itu meminjami uang untuk membangun lantai. Yah namanya juga uang pinjaman yang terbatas, maka keramik rumah pun ada beberapa bagian yang berwarna-warni alias tidak seragam. Alhamdulillah berkat kegigihan kedua orang tua kami, kini ketiga anaknya telah mempu berdiri dengan kakinya sendiri, tinggal seorang adik bungsu yang kini sedang menempuh pendidikannya.
Dari kisah nyata kedua orang tua saya dan berbekal keyakinan yang sangat kuat bahwa Allah Maha Kaya dan Maha Pemberi, maka hingga saat ini yang bisa saya lakukan adalah tetap berikhtiar untuk mendapatkan bagian dari rejeki itu sendiri, dan senantiasa mensyukuri dan merasa cukup dengan setiap rejeki yang diberikan Allah dengan tidak lupa memberikan sebagian haknya kepada yang berhak menerimanya. Dan senantiasa memegang teguh sebuah keyakinan bahwa, materi itu memang penting, namun bukan segala-galanya.

Bunga

Aku sedang berada di sebuah taman yang sangat luas.. Aku bahkan tak tau entah dimana ujungnya.. Berada disini adalah salah satu episode dalam hidupku, dimana aku harus menemukan dan memilih bunga yang ada di taman ini. Selama berjalan di taman ini, ak telah menemukan beberapa bunga. Bunga-bunga yang elok dan menawan hati. Bunga yang bisa saja aku ambil dan bawa untuk menyusuri sisa dari bagian taman ini. Ah, entah kenapa.. Dari sekian banyak bunga yang kutemukan, blom satupun membuat hatiku mantap. Aku malah menengok ke sebuah bunga yang nun jauh di sana. Sebuah bunga yang membuatku ingin memilikinya. Namun aku bahkan tidak tau bagaimana untuk bisa sampai dan memetiknya. Sedangkan kulihat ada seseorang yang sedang berjalan ke arahnya dan segera memetiknya. Ya, aku pun harus mengikhlaskannya.. Banyak yang menasehatiku agar aku tidak terlalu pemilih dalam mencari bunga. Ah, tapi bagaimana mungkin aku tidak memilih ketika aku hanya diberi pilihan satu kali. Bukan terlalu memilih lebih tepatnya, tapi aku hanya mengikuti kata hati. Hal terakhir yang bisa kupanjatkan kepada pemilik taman ini, Aku memohon untuk ditunjukkan jalan menuju bunga terbaik untukku sebelum habis kususuri taman ini. Bunga yang tak terlalu elok, namun dia bisa membersamaiku menyusuri sisa taman ini. Wahai pemilik taman ini.. Aku sudah terlalu lelah untuk berjalan dan bertemu dengan bunga-bunga yang tak bisa kupilih. Ijinkan aku untuk menemukan jalan menuju bunnga pilihanMU.. #episode dalam taman kehidupan#